A.
Pengertian PAI dalam Keluarga pada Masa
Kelahiran
Dalam ajaran Islam,
anak merupakan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam ruang
lingkup keluarga, orang tua bertanggung jawab terhadap pertumbuhan, perkembangan
dan kesempurnaan pribadi anak menuju kematangannya. Secara umum, inti dari
tanggung jawab itu adalah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak di dalam
rumah tangga.[1]
Pendidikan pada masa
kelahiran adalah usaha secara sadar yang dilakukan oleh orang dewasa dalam
upaya mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap orang agar dapat
berkembang secara maksimal sesuai dengan tujuan pendidikan, yang dimulai pada
masa kelahiran hingga anak tersebut dewasa. Intinya bahwa pendidikan anak pada
masa kelahiran juga bisa dikatakan dengan pendidikan yang diberikan pada anak
sejak lahir.
Diantara keutamaan
syariat islam bagi umatnya adalah dijelaskannya hukum-hukum (pedoman) yang berhubungan
dengan anak dan kaitannya dengan prinsip-prinsip tentang pendidikan secara
rinci sehingga pendidikan selalu mendapatkan dan kejelasan tentang masalah yang
harus dijalankan terhadap bayinya yang lahir. Sebagai dasar-dasar yang
diundangkan Islam dan prinsip-prinsip ajaran yang dirumuskan oleh pendidik
pertama, yaitu Nabi Besar Muhammad SAW, maka alangkah layaknya orang yang
mendapatkan hak mendidik tersebut dapat melaksanakan kewajibannya dengan
sempurna.
Sejak bayi dilahirkan,
Islam telah meletakkan tata cara sebagai ajaran dan tradisi yang baik untuk
pembinaan jiwa anak-anak, diantaranya adalah[2] :
a) Bisyarah
(ungkapan turut bergembira)
Bagi seorang muslim,
disunatkan menggembirakan dan membahagiakan saudaranya yang melahirkan anak.
Hal itu dimaksudkan untuk menguatkan ikatan-ikatan persaudaraan dan menyebarkan
sayap-sayap cinta dan kelembutan diantara keluarga muslim. Penyampaian rasa
ikut gembira atas kelahiran bayi sekaligus merupakan do’a yang positif di sisi
Allah.
b) Disunahkan
mengadzani dan mengiqomati anak yang baru lahir
Diantara hukum yang
disyariatkan Islan bagi anak yang baru dilahirkan adalah mengadzani ditelinga
kanannya dan mengikamatinya ditelinga kirinya, langsung pada saat dilahirkan.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi, dari Abi Rafi’ : “Aku pernah melihat
Rasulullah mengadzani (ditelinga) Hasan bin Ali sesaat sesudah Fatimah
melahirkan”. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Begitu juga
diriwayatkan opleh Ibnu Abbas, r.a., bahwa nabi adzan ditelinga kanan dan ikamat
ditelinga kiri Hasan pada hari kelahirannya.
c) Disunatkan
mentahnik anak yang baru lahir
Mentahnik yaitu
memamahkan kurma, mengulumi mulutnya dengan buah tersebut. Jika sukar
mendapatkan kurma, maka bisa diganti dengan sesuatu yang manis atau cairan gula
dicampur dengan air kembang, sebagai meneladani perbuatan Rasul SAW. Hikmah
dari perbuatan tersebut adalah menguatkan otot-otot mulut dengan gerakan lidah
karena menjilat sesuatu yang manis, sehingga anak siap untuk menetek dengan
kuat dan alami. Sebaiknya orang yang mentahniknya itu orang yang bertaqwa dan
saleh, sebagai tabarrok kepadanya, sebagai pengharapan agar si anak saleh dan
bertaqwa pula.
d) Disunatkan
mencukur rambut
Disunatkan bagi anak
yang baru lahir mencukur rambutnya pada hari ketujuh dan menyedekahkan perak
kepada para fuqaha dan yang berhak, seberat timbangan rambutnya.
e) Tasmiyah
(penamaan anak)
1)
Kapan anak diberi nama
Diriwayatkan oleh
Ashabussunah dari Samrah yang berkata bahwa : “setiap anak terikat dengan
aqiqah-nya yang disembelih pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya
pada hari itu”. (HR. Abu Daud, at-Turmudzi dan an-Nasa’i)
2)
Nama yang disenangi dan dibenci
Yang harus diperhatikan
pendidik pada saat menamai anak adalah memilih nama-nama yang bagus dan indah
sebagai perwujudan petunjuk dan perintah nabi Muhammad saw.
3)
Disunatkan menyandarkan nama anak kepada
nama ayahnya
Penyandaran ini
memiliki efek psikologis yang luhur dan manfaat-manfaat besar pendidikan. Demi
manfaat yang jelas dan ungkapan yang besar ini, maka Rasulullah saw
menyandarkan nama anak-anak dan memanggil mereka dengan menyandarkan tersebut
sebagai pendidikan dan petunjuk.
f) Aqiqah
Menurut bahasa aqiqah
adlah memutus, sedangkan menurut istilah adalah menyembelih seekor domba untuk
anak pada hari ketujuh kelahirannya. Aqiqah menurut pandangan hukum(fiqh)
dikategorikan kedalam sunnat muakkad, anjuran yang ditekankan. Maksudnya,
meskipun Rasulullah SAW tidak menggolongkannya ke perintah yang diwajibkan,
namun beliau senantiasa melaksanakannya.
g) Khitan
Menurut bahsa khitan
adalah memotong kuluf (kulit) diatas
kepala dzakar. Menurut istilah khitan adalah memotong kulit yang ada disekitar
ujung zakar atu batas pergelangan zakar yang sudah ditentukan oleh hukum syara.
Sedangkan pada bayi perempuan, khitan adalah memotong sebagian kecil dari
semacam lap[isan kulit yang menutup bagian atau clitoris.
B.
Tujuan PAI dalam Keluarga pada Masa
Kelahiran
Adapun tujuan
pendidikan agama pada anak masa kelahirannya adalah untuk :
1)
Membentuk nilai-nilai agama kepribadian
anak.
Yang
pertama harus diperkenalkan pada anak sejak lahir adlah ditanamkannya
nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan, sehingga anak meyakini adanya
Allah dan dapat mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya
2)
Diharapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar
mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam insan saleh dikemudian hari.[3]
3)
Menjadikan anak sebagai insan kamil,
agar dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada
Allah SWT.
v Tujuan
PAI bagi anak menurut para ulama muslim
a) Abdul
rahman saleh mengatakan bahwa tujuan PAI bagi anak adalah untuk membentuk
kepribadian anak sebagai khalifah Allah swt, sekurang-kurangnya mempersiapkan
diri kepada tujuan akhir, yakni beriman beriman kepada Allah dan tunduk serta
patuh secara total kepadanya
b) Imam
Al-Ghazali mengatakan bahwa ada 2 tujuan utama, yaitu membentuk insan kamil
yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan membentuk insan
kamil untuk memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat
c) Muhammad
Athiyah al-Abrasyi mengatakan tujuan PAI yang paling utama adalah untuk
membantu pembentukan aklak yang mulia terhadap anak tersebut.[4]
C.
Metode PAI dalam Keluarga pada Masa
Kelahiran
Dalam ajaran Islam anak
terlahir dalam keadaan fitroh dan merupakan amanah Allah yang harus
dipertanggungjwabkan . dalam ruang lingkup keluarga, orang tua bertanggung
jawab terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesempurnaan pribadi anak menuju
kematangannya. Oleh karena itu, orang tua yang diberi amanah harus mendidik
anak-anaknya sebaik-baiknya. Dalam hal tersebut pola atau metode pendidikan
perlu dterapakan. Sebenarnya metode PAI dalam keluarga pada dasarnya mencontoh
pada perilaku nabi Muhammad saw, karena segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi
merupakan manifestasi dari kandungan al-qur’an.
Abdurahman
Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu
al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Ashalibiha (1983) mencoba mengembangkan metode
pendidikan qur’ani. Yang dimaksud metode qur’ani adalah salah satu metode
pendidikan yang berdasrkan kandungan
al-Qur’an dan as-sunnah. Dalam
hal ini, segala bentuk pendidikan didasrkan kepada nilai-nilai yang terdapat
dalam al-qur’an dan as-sunnah. Adapun
metode pendidikan qur’ani yang dapt dilakukan pendidikan agama dalam keluarga
diantaranya:
1) Metode
keteladanan, metode pendidikan dengan memberikan contoh yang baik kepada anak,
baik dalam ucapan maupun perbuatan
2) Metode
qishah qur’ani, yaitu cerita yang ada didalam Al-Qur’an tentang umat-umat
terdahulu, baik informasi tentang kenabian maupun peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada umat terdahulu. Dengan metode ini diharapkan pada diri anak tersebut tertanam kesadaran
dalam menjalankan syariat agama , keikhlasan dan ketaqwaan dalam beribadah
maupun dalam menghadapi segala cobaan yang dihadapinya.
3) Metode
Targhib-Tarhib, menurut Dr. Syahidin, M.Pd bahwa yang dimaksud metode
targhib-tarhib adalah strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang terhadap
kebenaran Allah melalui janjinya yang disertai dengan bujukan dan rayuan untuk
meyakinkan seseorang tehadp kebenaran Allah melalui ancaman dengan siksaan
sebagai akibat melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.[5]
[1]
Rudiansyah-harahap.blogspot.com/2009/05/peranan-keluarga-dalam-pembinaan-pendidikan-agama.html
[2] Shodiq
Ihsan, Keluarga Muslimdalam Masyarakat Modern, (Bandung :PT. Remaja
Rosdakarya,2000),hlm.124-125
[3] http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/konseppendidikananak.pdf
[4]
http://ejurnaluin-alauddin.ac.id/tujuan-pendidikan-dalam-agama-islam-bagi-anak-baru-lahir.html
[5]
http://bdkpalembang.kemenag.go.id/suberia/tujuan-pendidikan-agama-anak-saat-lahir.html
Posting Komentar