Selamat Datang di Blog Anggylhy 26

Proses PAI dalam Keluarga pada Masa Remaja

A.    Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adoloscentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa. Masa remaja adalah masa penuh emosional, sulit memecahkan persoalan dalam hidup. Masa remaja adalah masa yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, baik lingkungan positif maupun lingkungan negatif.[1]
Masa remaja di bagi menjadi tiga masa[2] yaitu:
1.      Masa Pra Pubertas (Usia 12-14 Tahun)
Masa ini adalah masa peralihan dari masa sekolah menuju masa pubertas, di mana seorang anak yang telah besar ini sudah ingin berlaku seperti orang dewasa tetapi dirinya belum siap. Pra pubertas adalah saat terjadinya perkembangan fisiologis yang berhubungan dengan kematangan kelenjar endokrin, sehingga anak merasakan adanya rangsangan-rangsangan  tertentu yang membuat anak merasa tidak tenang karena merasakan suatu rasa yang belum pernah dialami sebelumnya. Hal itu dapat terlihat dengan perubahan tingkah lakunya.
2.      Masa Pubertas (Usia 14-18 Tahun)
Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat reakti, tetapi juga mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidupuntuk bekal kehidupannya mendatang. Kegiatan tersebut dilakukannya penuh semangat menyala-nyala tetapi ia sendiri belum memahami akan hakikat dari sesuatu yang dicarinya itu. Sehingga Ch. Buhler pernah menggambarkan dengan  ungkapanya “ saya mengingikan sesutatu tetapi tidak mengetahui akan sesutatu itu”. Sehingga masa ini ada yang menyebut masa strumund drang atau masa badai atau dorongan. Mengenai tanda-tandanya yaitu mereka mulai bersikap untuk mencoba memutuskan sendiri dan ikut berbicara dalam suatu permasalahan karena mereka merasa ingin dilihat inilah saya.
3.      Masa Adoleson (Usia 18-21 Tahun)
Pada masa ini seorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidupnya. Masa ini sebenarnya memiliki sifat-sifat seperti sikap positif dalam menentukan system tata nilai dan menunjukan ketenangan dan keseimbangan di dalam kehidupanya.
Menurut Papalia dan Olds masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Sedangkan menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

B.     Metode PAI pada Masa Remaja
Remaja adalah anak yang berada pada usia bukan anak-anak, tetapi juga belum dewasa. Periode remaja itu belum ada kata sepakat mengenai kapan dimulai dan berakhirnya. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja itu antara 13-21, ada juga yang mengatakan antara 13-19 tahun. Telah diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar bagi orang tua, anak adalah amanah Allah yang perlu didik. Oleh karena itu, agama harus ditanamkan pada diri mereka.
Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan untuk  mengajarkan agama pada remaja telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain:
a.       Metode keteladanan
Ketelaudanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual anak adalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak. Metode ini dapat diterapkan pada usia remaja misalnya contohkan shalat, mengaji dan ibdah-ibada atau perbuatan baik lainnya.
b.      Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dengan menggunakan peragaan atau memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar.[3] Metode ini dapat digunakan untuk  mengajarkan agama pada remaja, misalnya mendemonstrasikan langsung seperti; praktek shalat, wudhu, atau praktek penyelenggaraan shalat jenazah.
c.       Metode nasihat
Termasuk metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam membentuk  aqidah anak (remaja) dan mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak (remaja) akan hakikat sesuatu, mendorong untuk  menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.[4]
Menurut Abudinata bahwa nasehat ini cocok untuk  remaja karena dengan kalimat-kalimat yang baik dapat menentukan hati untuk  mengarahkannya kepada ide yang dikehendaki. Menurut beliau bahwa metode nasehat itu sasarannya adalah untuk  menimbulkan kesadaran pada orang yang dinasehati agar mau insaf melaksanakan ajaran yang digariskan atau diperintahkan kepadanya.[5]
d.      Metode pendekatan analisis nilai
Memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan remaja dan dewasa untuk berpikir secara positif serta mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Kemudian mereka diberikan  keleluasaan untuk beraktifitas serta menilai apakah yang dilakukannya itu bermanfaat bagi orang  lain atau tidak sehingga mereka dapat mengintropeksi diri dan biarkan diri mereka sendiri yang  menilai.

C.    Keyakinan dan Aplikasi Keagamaan pada Remaja
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.[6]
Untuk lebih jelasnya, dapat kita lihat sangkut paut keyakinan beragama dengan moral remaja terutama dalam masalah-msalah sebagai berikut:
·         Tuhan Sebagai Penolong Moral
Dengan itu dapat di tegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral dari pada sandaran emosi. Kepercayaan kepada Allah pada periode pertama dari masa remaja, bukanlah keyakinan fikiran, akan tetapi adalah kebutuhan jiwa.
·         Pengertian Surga dan Neraka
Pada masa remaja surga dan neraka tidak lagi di ibaratkan sesuatu yang akan dirasakan dikemudian hari, namun remaja mengibaratkan surga dan neraka adalah sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya dan menghubungkannya dengan hal-hal yang kongkrit.
·         Pengertian Tentang Malaikat dan Setan.
Memuncaknya rasa dosa pada masa remaja dan bertambah meningkatnya kesadaran moral dan petumbuhan kecerdasan, semuanya bekerjasama, sehingga hilanglah keyakinannya tentang malaikat dan setan seperti pemahaman masa kecilnya, namun mereka sadar bahwa betapa erat hubungan setan dan malaikat itu dengan dirinya. Mereka menyadari adanya hubungan yang erat antara setan dengan dorongan jahat yang ada dalam dirinya dan hubungan antara malaikat dengan moral serta keindahan yang ideal, demikian antara surga dan ketentraman batin dan kekuasaan yang baik, juga antara neraka dengan ketentraman batin dan hukuman-hukuman atas dosa, intinya adalah remaja sudah mulai melepaskan diri dari alam khayal ke alam kenyataan.[7]
Spilka menyatakan bahwa penanaman agama yang terhenti sebelum seseorang mencapai formal operation stage kadang akan sulit untuk diperbaiki. Oleh karena itu pemberian materi agama bagi remaja harus tetap dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja.
Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain  sehingga penyampaian materi agama harus disampaikan menggunakan konsep yang luas, dengan mengaitkan berbagi cabang ilmu pengetahuan lain dan disampaikan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan berbagai aspek perkembangan remaja baik kondisi maupun kejiwaannya sehingga mampu mendorong minat beragama serta menumbuhkan minat untuk menggali secara mendalam mengenai berbagai pengetahuan agama, sehingga dapat menjawab segala pertanyaan mengenai suatu hal yang berkaitan dengan keyakinannya dan menjawab semua persoalan pribadinya.
Anak remaja memasuki masa kritis dan skeptis. Pengahayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin atas pertimbangan adannya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Implikasi dari perkembangan perilaku, moral, dan keagamaan anak usia sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok belajar, atau perkumpulan remaja yang positif.[8]
Ada beberapa sikap pada remaja diantaranya yaitu[9]:
·         Percaya ikut- ikutan
Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
·         Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
    Dalam bentuk positif semangat agama yang positif, yaitu berusahamelihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
    Dalam bentuk negative Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar ke dalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.
·         Percaya, tetapi agak ragu-ragu.
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a)      Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b)      Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
·         Tidak percaya atau cenderung ateis
Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.
Ada beberapa ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada masa remaja. Diantaranya adalah:
a)      Pengalaman ke-Tuhanannya makin bersifat individual
b)      Keimanannya semakin menuju realitas sebenarnya
c)      Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus




[1] http://blog-0menz.blogspot.com/2012/02/proses-pendidikan-agama-islam-dalam.html
[2] Abu Ahmadi, 2005, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Renika Cipta, hlm 121
[3] Asm Arif, , 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, Cet. I;  h. 190
[4] Abdullah Nashih Ulwan, 2007,Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, Cet. I; h. 209.
[5] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 98
[6] http://pusatilmupsikologi.blogspot.com/2012/03/perkembangan-moral-dan-agama-pada.html
[7] https://imronfauzi.wordpress.com/category/psikologi-agama/
[8] http://tha-yunitasari.blogspot.com/2013/05/makalah-perkembangan-moralitas-dan.html
[9] http://www.psychologymania.com/2012/06/kesadaran-beragama-pada-remaja.html
Share this post :

Posting Komentar

PAPAN PENGUMUMAN

 
Support : Link here | Link here | Link here
Copyright © 2014. @26 Selalu Dihati Selalu Dinanti - All Rights Reserved
Template by Anggylhy Published by Cargam Schoolzine
Proudly powered by Blogger